NarasiKepri.com, Batam – Pemko Batam melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) resmi mengeluarkan kebijakan penerapan kartu kendali BBM bersubsidi atau Fuel Card 5.0 yang direncanakan mulai berlaku pada Maret 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan distribusi BBM bersubsidi, khususnya Pertalite, dengan mewajibkan pemilik kendaraan roda empat untuk memiliki Fuel Card.
Namun, kebijakan tersebut menuai kritik tajam dari berbagai kalangan masyarakat, terutama akademisi dan anggota DPRD Kota Batam.
Akademisi dan pengamat politik dari Universitas Kepulauan Riau (Unrika), Rahmayandi Mulda, menilai bahwa kebijakan ini menunjukkan intervensi berlebihan dari Pemkot Batam dalam urusan distribusi BBM bersubsidi yang sebenarnya menjadi kewenangan Pertamina.
“Pemkot terindikasi terlalu jauh mengurusi perdagangan BBM. Padahal, itu sepenuhnya menjadi kewenangan Pertamina untuk mengontrol pasokan dan penjualan BBM,” ujar Rahmayandi seperti dikutip liputan6, Sabtu (25/1/2025).
Rahmayandi juga menyoroti potensi konflik kepentingan dalam kebijakan tersebut, yang menurutnya lebih terkesan sebagai upaya mencari keuntungan pribadi daripada untuk kepentingan publik.
“Kebijakan ini memperlihatkan kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Pertamina. Hal ini jelas berpotensi merugikan masyarakat,” tambahnya.
Sikap DPRD Kota Batam
Sekretaris Komisi I DPRD Kota Batam, Anwar Anas, juga menilai kebijakan Fuel Card 5.0 memberatkan masyarakat, karena dianggap merepotkan dan menambah regulasi yang tidak diperlukan.
“Barcode Pertamina yang sudah diterapkan saat ini sebenarnya sudah cukup untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Kenapa harus menambah regulasi baru yang terkesan mengada-ada?” kata Anwar.
Ia juga mengkritik dasar hukum kebijakan tersebut yang hanya berdasar pada surat edaran Wali Kota, yang menurutnya berpotensi menimbulkan persoalan hukum. “Kami khawatir ini bisa menjadi bentuk penyalahgunaan wewenang,” ungkapnya.
Anwar lebih lanjut mempertanyakan kerja sama dengan tiga bank swasta dalam implementasi kebijakan tersebut, alih-alih menggunakan Bank Riau Kepri yang lebih dekat dengan daerah.
“Kami memiliki Bank Riau Kepri. Mengapa tidak menggunakan bank ini saja? Ini menjadi alasan kami dari Fraksi Gerindra meminta Kadisperindag Kota Batam, Gustian Riau, untuk mengkaji ulang kebijakan ini,” tegasnya.
Kritik terhadap Fuel Card 5.0 ini memperpanjang polemik seputar pengelolaan BBM bersubsidi di Batam. Sebelumnya, kebijakan pembatasan BBM dengan kartu kendali oleh Disperindag Batam juga memicu kontroversi.
Langkah-langkah tersebut dinilai kurang koordinatif dan menimbulkan keraguan mengenai keadilan distribusi BBM bersubsidi di masyarakat.
Kepala Disperindag Batam, Gustian Riau, menegaskan bahwa kebijakan ini wajib diterapkan untuk mengendalikan kuota BBM bersubsidi per hari, sesuai dengan jenis kendaraan roda empat, guna memastikan distribusi subsidi yang lebih tepat sasaran.
Uji coba aturan ini telah dimulai pada 15 Januari 2025, dan peluncuran resmi program direncanakan pada Februari 2025. (d)