NarasiKepri.com, Taiwan – Pada hari Jumat (17/5/2024), suasana di parlemen Taiwan memanas ketika anggota-anggota parlemen terlibat dalam adu jotos, saling dorong, tekel, dan pukul dalam perselisihan sengit mengenai reformasi di majelis tersebut.
Insiden ini terjadi hanya beberapa hari sebelum Presiden terpilih Lai Ching-te dijadwalkan untuk dilantik tanpa mayoritas legislatif.
Sebelum pemungutan suara dimulai, terjadi kericuhan di ruang legislatif, dengan beberapa anggota parlemen saling berteriak dan mendorong keluar dari ruang sidang.
Kericuhan tersebut kemudian berlanjut ke lantai parlemen, di mana beberapa anggota parlemen menyerbu kursi pembicara, melompati meja, dan menarik rekan-rekan mereka ke lantai.
Meskipun ketenangan kembali segera setelahnya, kekacauan tidak berhenti di situ, dengan lebih banyak perkelahian terjadi di sore hari itu.
Presiden terpilih, Lai Ching-te, yang akan dilantik pada hari Senin (20/5), memenangkan pemilu bulan Januari, namun partainya, Democratic Progressive Party (Partai Progresif Demokratik) atau DPP, kehilangan mayoritas di parlemen.
Partai oposisi utama, Kuomintang (KMT), memiliki lebih banyak kursi daripada DPP, tetapi tidak mencukupi untuk membentuk mayoritas. Oleh karena itu, KMT bekerja sama dengan Taiwan People’s Party (TPP) atau Partai Rakyat Taiwan yang kecil untuk mempromosikan gagasan bersama.
Pihak oposisi berusaha memberikan parlemen wewenang pengawasan yang lebih besar terhadap pemerintah, termasuk usulan kontroversial untuk mengkriminalisasi pejabat yang dianggap membuat pernyataan palsu di parlemen.
DPP menilai upaya KMT dan TPP untuk memaksakan usulan tersebut tanpa melalui proses musyawarah adat sebagai “penyalahgunaan kekuasaan yang tidak konstitusional.”
“Mengapa kami menentang? Kami ingin bisa melakukan diskusi, bukan hanya ada satu suara di negara ini,” kata anggota parlemen DPP, Wang Mei-hui, kepada Reuters. (*)
